TANJUNG REDEB – Salah satu komoditas unggulan Kabupaten Berau yakni Kakao mengalami ancaman serius pasca terjangan banjir beberapa waktu lalu. Selain mengalami gagal panen hingga kematian, kondisi lahan yang dipergunakan untuk penanaman juga terancam tak bisa ditanami kembali, khususnya yang berada di bantaran sungai.
Sekitar 80 persen komoditas hasil perkebunan ini tak bisa dipanen. Selain merugi dari bibit, petani juga mengalami kerugian dari biaya perawatan hingga pembelian untuk pupuk yang harus dikeluarkan.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini, mengatakan meskipun beberapa komoditas seperti sawit dikenal lebih tahan genangan, namun banjir yang berkepanjangan telah menurunkan produksi.
“Kalau sawit kena banjir seminggu masih bisa bertahan, tapi buahnya bisa busuk. Kalau banjirnya terus-menerus, tentu akan ada penurunan produksi. Ini sudah kami prediksi,” ujarnya ditemui beberapa waktu lalu.
Selain itu, untuk tanaman Kakao dan lada lebih rentan terdampak banjir. Kakao dan lada yang berusia di bawah dua tahun pasti mati jika terendam banjir. Sedangkan untuk yang berumur lebih dari tiga tahun masih bisa selamat, meskipun buahnya tidak bisa dipanen.
“Saya tadi sudah laporkan ke bupati, untuk tanaman kakao jangan berharap bisa produksi maksimal. Bahkan lebih dari 50 persen bisa gagal panen,” jelasnya.
Saat ini, Disbun Berau masih mendata kondisi di kampung-kampung terdampak banjir, sambil menunggu konfirmasi dari masyarakat, terkait kelanjutan budidaya tanaman.
“Kami tetap siap memfasilitasi bantuan stimulan, jika masyarakat masih ingin menanam. Tapi kami sarankan memilih lokasi yang tidak rawan banjir. Kalau masih di area banjir, kami tidak bisa terus memberikan bantuan karena takut tidak efektif.” tegasnya.
Dari data yang ada, luasan lahan yang terdampak banjir mencapai 500 hektare, setara dengan luasan lahan eksisting Kakao yang saat ini tercatat di wilayah itu. Namun angka ini bisa bertambah karena sejumlah kampung di Kecamatan Segah dan Kelay belum masuk seluruhnya. (Mel)