TANJUNG SELOR – Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara warga Kampung Baru Mangkupadi dengan DPRD Bulungan serta dua perusahaan besar, PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) dan PT Bulungan Citra Agro Persada (BCAP) memanas, Senin (6/10/2025).
RDP yang berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 15.30 WITA itu sempat ricuh. Aksi memukul meja hingga teriakan warga memenuhi ruang rapat, buntut dari kekecewaan atas ketidakjelasan penyelesaian konflik lahan yang telah berlangsung cukup lama itu.
“Saya dari tadi tenang, tapi tidak ada penyelesaian! Jangan hanya bercerita, mana tanggung jawab perusahaan?” teriak salah satu warga sambil memukul meja dan menunjuk langsung ke perwakilan perusahaan.
Menanggapi keluhan warga, perwakilan PT BCAP, Bambang, menyatakan bahwa pihaknya bersedia menyelesaikan permasalahan jika warga memiliki bukti fisik kepemilikan tanah.
“Kalau tidak ada bukti fisik, kami tidak bisa menyelesaikan. Itu prosedur perusahaan,” jelas Bambang.
Pernyataan ini justru memicu emosi warga, mengingat sebagian besar lahan dikuasai turun-temurun sebelum perusahaan masuk dan banyak bukti berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) diterbitkan setelah tahun 2011, yang oleh perusahaan dianggap tidak sah.
Camat Tanjung Palas Timur, Gafar, turut memberikan penjelasan bahwa tidak semua lahan di kawasan industri termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
“Masih ada lahan di luar HGU yang belum diselesaikan. Jangan sampai salah paham. Warga jangan minta harga tinggi, dan perusahaan juga jangan menawar terlalu rendah,” ujarnya menggunakan analogi harga mobil.
Sementara itu, Ketua DPRD Bulungan, Riyanto, menegaskan bahwa pihaknya akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) bersama tim verifikasi dari BPN dan pemerintah setempat.
“Tiga poin jadi kesimpulan hari ini: pembentukan Pansus, inventarisasi data masyarakat dan lahan, serta tindak lanjut ke Komnas HAM,” kata Riyanto.
Di tengah perdebatan, perwakilan warga mendesak agar dibuat nota kesepahaman (MoU) yang menjelaskan sikap tegas PT BCAP terhadap tanah yang telah lama dikuasai masyarakat.
“Kami hanya ingin kejelasan. Jangan sampai SKT kami yang di atas tahun 2011 tidak diakui begitu saja. Kami ini pemilik sah tanah sebelum perusahaan datang,” ujar Arman, perwakilan warga Kampung Baru.
Arman juga menuding ada intimidasi yang dilakukan perusahaan dengan melibatkan aparat saat mediasi, serta pembayaran ganti rugi yang tidak adil dan sepihak.
11 Tuntutan Warga Kampung Baru Mangkupadi:
1. Penyelesaian kesepakatan lahan yang ditandatangani 17 Mei 2011 dan 22 November 2021.
2. Jika tak ada kompensasi atau enclave, warga minta ATR/BPN mencabut HGU dan HGB PT KIPI & BCAP.
3. Menolak relokasi warga, justru meminta perusahaan yang dipindah karena tak punya dasar hukum jelas.
4. Meminta dana desa tetap disalurkan dan pembangunan fasilitas dasar berjalan tanpa diskriminasi.
5. Hentikan intimidasi dari aparat, pemerintah, dan perusahaan.
6. BPN diminta segera membagikan sertifikat program nelayan 2015 dan kembalikan batas tanah warga.
7. Mendesak pembangunan akses jalan di wilayah Mangkupadi.
8. Dorong pemekaran desa agar pelayanan publik lebih baik.
9. Transparansi dokumen HGU, HGB, dan AMDAL PLTU Adaro Mineral; bila tak diberikan, minta PLTU dihentikan.
10. Minta PT KAI dan PT KIPI tunjukkan izin KKPRL.
11. Kepolisian diminta menindaklanjuti laporan warga yang masuk ke Polsek Tanjung Palas Timur.
Ditambahkan Wakil Ketua DPRD Bulungan, Tasa Gung, menegaskan pihaknya akan mengawal kasus ini hingga masyarakat mendapat kepastian hukum yang jelas.
“Masyarakat sudah terlalu lama menunggu kejelasan. Kita akan bentuk tim khusus yang melibatkan desa, kecamatan, dan BPN untuk verifikasi data,” ujarnya.
Tasa menambahkan, DPRD tidak ingin masyarakat menjadi korban dua kali dalam konflik lahan ini. “Kita ingin semua pihak duduk bersama dengan kepala dingin, agar solusi yang lahir berpihak pada keadilan,” tutupnya. (lia)