SAMARINDA – Syafruddin, Anggota DPR RI Komisi XII dari Dapil Kalimantan Timur (Kaltim) yang juga merupakan Anggota Fraksi PKB, mendesak Presiden dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, untuk memberikan sanksi tegas, hingga pencabutan izin, terhadap 13 perusahaan yang terlibat dalam skandal jual-beli BBM bersubsidi. Desakan ini disampaikannya menanggapi pengungkapan kasus yang ditangani Kejaksaan.
Menurut Syafruddin, praktik yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut dinilai telah merampas hak rakyat.
“Solar yang diperjualbelikan itu adalah BBM bersubsidi. Maka, mereka telah mengambil alih, atau dalam bahasanya, merampok hak rakyat,” tegasnya, Saat dimintai keterangan di acara Ngopi MINGGU & DISKUSI di Bagios caffe, Minggu, (12/10).
Ia menegaskan bahwa sanksi yang diberikan tidak boleh hanya bersifat administratif. “Kita minta dengan tegas Pak Presiden Prabowo Subianto, memberi sanksi yang setegas-tegasnya. Bila perlu, evaluasi izinnya dan kalau terbukti, cabut izin mereka,” ujarnya.
Syafruddin menyebutkan beberapa nama perusahaan yang tercatat di media, antara lain PT. Ganda Alam Makmur, PT. Berau Coal, PT. ITM, dan PT. BUMA. Ia mengaku awalnya tidak menyangka bahwa perusahaan di sektor pertambangan juga terlibat dalam permainan yang selama ini diduga hanya melibatkan mafia migas.
“Awalnya kita fokus pada permainan mafia migas yang dimotori Rizal dan kawan-kawan. Ternyata ada pihak perusahaan swasta yang bergerak di sektor pertambangan juga terlibat. Kita semua kaget. Ini menjawab keluhan masyarakat selama ini tentang kelangkaan dan kualitas BBM,” paparnya.
Masalah Pengawasan Tambang dan Dana Reklamasi
Di luar kasus BBM, Syafruddin juga menyoroti persoalan pengawasan tambang di Kaltim. Ia mengkritik efektivitas Inspektur Tambang yang dinilainya tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol lapangan dengan optimal. Kendala utama yang disebutkan adalah terbatasnya personel, kendaraan, dan anggaran operasional.
“Bayangkan, mereka mengeluh fasilitasnya terbatas, uang operasional terbatas, sedangkan untuk keliling mengawasi tambang butuh personel yang memadai,” jelasnya.
Oleh karena itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), ia meminta agar fungsi pengawasan dialihkan ke daerah dan jumlah personel Inspektur Tambang ditambah. Hal ini mendesak mengingat terdapat 60 perusahaan tambang berizin (legal) di Kaltim yang lalai membayar Dana Jaminan Reklamasi (Jamrek).
Syafruddin menegaskan, jika dalam waktu 60 hari perusahaan-perusahaan itu tetap tidak membayar Jamrek, DPR akan mendorong Kementerian ESDM untuk mencabut izin mereka.
“Ini terkait keberlangsungan reklamasi. Bagaimana mungkin negara memberi izin beroperasi, tetapi mereka tidak menyetor jaminan reklamasinya?” tandasnya.
Soroti Ketimpangan DBH dan Kasus Hutan Unmul
Pada kesempatan yang sama, Syafruddin juga menanggapi dua isu lainnya. Pertama, sebagai anggota Badan Anggaran, ia akan menyuarakan keadilan dalam pembagian Dana Bagi Hasil (DBH), karena dirasakan tidak adil bagi Kaltim jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Aceh.
Kedua, mengenai kasus penggarapan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul), Syafruddin mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tegas pelaku, baik perorangan maupun korporasi, yang terbukti merusak kawasan tersebut.
“Jika kasusnya berakhir tidak jelas, saya akan memanggil Dinas Lingkungan Hidup untuk turun ke lapangan dan berkoordinasi dengan APH. Pelaku bisa dijerat dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana 3 hingga 10 tahun penjara,” tutupnya. (c/*)


