Samarinda — Polemik Pemangkasan Transfer Daerah (TKD) hingga kini menuai penolakan, tidak hanya dikalangan Pemerintah Daerah, suara penolakan itu justru lantang datang dari masyarakat.

Sependapat dengan masyarakat, DPRD Kaltim juga lantang menolak. Penolakan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Kaltim dan Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) di Gedung DPRD Kaltim, Selasa (11/11/2025) malam.

Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis menegaskan, kebijakan pemangkasan tersebut tidak hanya berdampak pada aspek fiskal, tetapi juga menyangkut rasa keadilan bagi daerah penghasil sumber daya alam seperti Kaltim

“Fraksi Kaltim ini gabungan dari banyak ormas, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda. Mereka semua bersatu untuk satu hal: menolak pemangkasan dana bagi hasil dan transfer ke daerah dari pemerintah pusat,” ujar Ananda usai rapat.

Ananda menilai, pemerintah pusat harus menghormati hak konstitusional daerah untuk menikmati hasil kekayaan alamnya, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah.

“Jangan sampai dana bagi hasil dari sektor migas, minerba, dan sumber daya lainnya dipotong. Karena kalau itu terjadi, dampaknya besar sekali bagi masyarakat daerah,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.

Menurutnya, pemangkasan TKD akan memperlambat pembangunan infrastruktur, menekan pelayanan publik, dan memperlebar kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah.

“Yang terdampak bukan hanya pemerintah provinsi, tapi juga kabupaten dan kota. Kalau dana berkurang, otomatis banyak program masyarakat tertunda — mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi,” jelasnya.

Ananda menegaskan, DPRD Kaltim tidak akan tinggal diam. Hasil pertemuan dengan Fraksi Kaltim akan segera ditindaklanjuti melalui konsolidasi bersama Gubernur Kaltim sebelum melangkah ke upaya lobi politik di tingkat nasional.

“Harus bersama-sama antara eksekutif, legislatif, dan masyarakat. Ini bukan perjuangan satu lembaga, tapi perjuangan seluruh rakyat Kaltim,” katanya.

DPRD Kaltim diberi waktu sekitar satu minggu untuk melakukan konsolidasi dan menyusun langkah konkret advokasi ke pemerintah pusat.

Ananda berharap, semangat penolakan ini tidak berhenti di forum dengar pendapat semata, tetapi berlanjut hingga ke pengambilan kebijakan nasional.

“Hari ini kita sepakat satu suara. Kita berjuang bukan hanya untuk APBD Provinsi Kalimantan Timur, tapi juga untuk kabupaten dan kota. Kesejahteraan rakyat tidak boleh dikorbankan oleh kebijakan pusat yang tidak berpihak,” tegasnya.

Ananda juga mengapresiasi solidaritas lintas daerah dalam forum tersebut. Sejumlah anggota DPRD Kota Samarinda serta perwakilan kabupaten dan kota hadir menyuarakan kekhawatiran yang sama.

Ia menilai, momentum ini menjadi bukti bahwa Kaltim bisa bersatu dalam memperjuangkan hak fiskal daerahnya.

“Kekompakan masyarakat, DPRD, dan pemerintah provinsi adalah kunci agar kepentingan Kaltim bisa diperhitungkan oleh pusat,” pungkasnya. (*)