Samarinda — Orcaella brevirostris Gray atau Pesut Mahakam, kembali ditemukan mati di perairan anak Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Kaltim).
Peristiwa ini memicu perhatian serius, karena populasi Pesut hanya tersisa sekitar 62 ekor pada tahun 2024.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), kini tengah menelusuri dugaan kematian satwa dilindungi itu dengan aktivitas tongkang batu bara dikawasan konservasi.
Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menjelaskan bahwa setelah mendapat laporan dari Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI).
Kedua bangkai pesut dibawa ke Laboratorium Universitas Mulawarman (UNMUL) Samarinda untuk dilakukan pemeriksaan penyebab kematian.
> “Hasil uji kualitas air menunjukkan beberapa parameter melebihi baku mutu, seperti warna, sulfida, dan klorin bebas,” ujar Rizal, dalam keterangan pers yang diterima oleh media ini, pada Rabu (12/11/2025).
KLH juga menemukan adanya lonjakan aktivitas tongkang batu bara di perairan Mahakam, yang diduga kuat meningkatkan risiko keselamatan pesut.
RASI kemudian mencatat, pergerakan tongkang dikawasan tersebut meningkat signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan, setiap kegiatan di wilayah Sungai Mahakam wajib mematuhi perizinan lingkungan dan pemenuhan baku mutu air.
> “Setiap kegiatan di wilayah Sungai Mahakam wajib tunduk pada perizinan dan pemenuhan baku mutu lingkungan,” tegas Hanif.
Sebagai upaya tindak lamjut, KLH kini tengah melakukan pengawasan terhadap tiga perusahaan disekitar habitat pesut mahakam.
Di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Yakni PT Indo Pancadasa Agrotama, PT Graha Benua Etam, dan PT Muji Lines.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan aktivitas ship-to-ship (STS) transfer batu bara oleh PT Muji Lines yang tidak memiliki dokumen lingkungan lengkap serta izin pemanfaatan ruang untuk lokasi penambatan tongkang.
> “Dengan populasi pesut yang diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 ekor, kami akan memperketat pengawasan terhadap perusahaan tambang dan perkebunan sawit di sekitar kawasan konservasi,” ujar Rizal.
Menurut RASI, populasi pesut mahakam terus menurun drastis, kini hanya tersisa sekitar 60 ekor pada 2025.
Penurunan populasi disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terjerat jaring nelayan, tertabrak tongkang, dan paparan logam berat dari cat kapal.
> “Diperlukan langkah luar biasa agar pesut tetap lestari, termasuk penertiban kegiatan STS, penegakan perizinan lingkungan, dan pengurangan risiko dari lalu lintas tongkang,” pungkasnya. (*)


