Samarinda – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Supardi, menegaskan buruknya tata kelola sektor pertambangan di Kaltim menjadi salah satu akar persoalan maraknya praktik korupsi dan kerusakan lingkungan.
Perihal itu ia sampaikan saat menjadi Keynote Speaker dalam Diskusi Panel memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) tahun 2025 yang digelar di Samarinda, pada Kamis (4/12/2025).
Berdasarkan pers rilis yang diterima oleh it-news.id, dalam paparannya, Supardi menyebutkan bahwa Kaltim merupakan provinsi yang dianugerahi kekayaan alam luar biasa.
Namun ironisnya, hasil bumi tersebut selama ini hanya dinikmati oleh segelintir pihak, melalui praktik bisnis yang tidak taat aturan.
“Provinsi ini sangat diberkahi Tuhan dengan kekayaan alam, tetapi faktanya hanya dinikmati sebagian kecil orang. Banyak aktivitas pertambangan dilakukan dengan cara-cara koruptif,” tegas
Ia juga mengingatkan bahwa negara tidak pernah melarang siapapun menjalankan usaha, termasuk disektor pertambangan. Akan tetapi sudah menjadi sebuah keharusan bahwa setiap perusahaan wajib mematuhi seluruh prosedur dan aturan yang berlaku.
“Negara tidak pernah melarang orang berusaha, tapi ikutilah tata cara yang sudah ditetapkan oleh negara,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kejahatan di sektor pertambangan bukan hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga merusak ekosistem dan membawa dampak sosial-ekonomi luas bagi masyarakat.
Selain itu, Ia juga menyoroti penggunaan instrumen hukum administratif yang kerap tidak mampu menjangkau aktor intelektual, termasuk pejabat negara yang terlibat.
“Pendekatan hukum administrasi saja tidak memberikan efek jera dan tidak mengembalikan kekayaan negara. Karena itu, instrumen hukum lain, termasuk UU Tipikor, harus digunakan,” jelasnya.
Kata dia, buruknya tata kelola pertambangan dipicu oleh banyak faktor, diantaranya ialah regulasi yang tidak tegas, perilaku koruptif, SDM pengawas yang tidak kompeten, hingga perusahaan yang kerap mengabaikan aturan.
Maka dari itu ia juga mengajak kepada seluruh pihak baik itu pemerintah daerah, DPRD, tokoh adat, tokoh agama, hingga masyarakat haus berperan aktif. Dalam mengawasi aktivitas pertambangan agar tidak lagi merugikan publik.
“Tidak boleh ada lagi tindak pidana korupsi yang menyebabkan rakyat terus hidup dalam kesengsaraan,” tegasnya.
Diakhir Ia turut mengakui bahwa telah memerintahkan seluruh jajaran Adhyaksa di Kaltim, untuk lebih ketat memantau kegiatan usaha yang mengeksploitasi sumber daya alam, serta memastikan tidak ada praktik korupsi yang menggerus pendapatan asli daerah.
“Kami mendorong seluruh perangkat dan masyarakat untuk ikut mengawasi implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Eksploitasi kekayaan alam Kaltim harus dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat,” tutupnya.

