“Sesuai apa yang disampaikan oleh Menteri Desa dan PDT dalam groundbreaking gerai KDMP pada 17 Oktober 2025, penggunaan dan kepemilikan aset KDMP masih menunggu regulasi dari pusat. Tujuannya agar tidak ada benturan antara KDMP dan pemerintah desa kedepannya,” jelasnya beberapa hari lalu.
Terkait pembagian hasil usaha, Tenteram menjelaskan bahwa mekanisme imbal jasa kepada pemerintah desa telah diatur dalam Permendes PDTT Nomor 10 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, KDMP wajib memberikan imbal jasa paling sedikit 20 persen dari keuntungan bersih usahanya kepada pemerintah desa.
“Pembagian hasil itu dicatat sebagai pendapatan desa yang sah dalam APBDes dan dilakukan setiap tahun. Penggunaannya pun diputuskan melalui musyawarah desa,” terangnya.
Ia menambahkan, sistem pertanggungjawaban antara KDMP dan Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) akan berjalan sesuai regulasi masing-masing. KDMP berpedoman pada Undang-Undang tentang Koperasi, sedangkan BUMK diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendes PDTT Nomor 3 Tahun 2021.
“Keduanya punya dasar hukum berbeda, sehingga mekanisme pertanggungjawaban pun tidak bisa disamakan,” ujarnya.
Sementara itu, terkait pendampingan bagi pengurus koperasi dan kepala desa, Tentram menyebut DPMK akan tetap berperan sesuai tugas dan fungsinya, khususnya dalam pembinaan BUMK.
“Untuk pembinaan koperasi, itu menjadi kewenangan Satgas dan Diskoperindag sebagai pembina utama. Kami tetap mendukung agar seluruh pengelolaan berjalan transparan dan akuntabel,” pungkasnya. (Dvn)


