TANJUNG SELOR – Persoalan ketenagakerjaan seperti perselisihan hak, pemutusan hubungan kerja, hingga konflik antar serikat buruh masih menjadi momok serius di Kalimantan Utara (Kaltara). Ironisnya, hingga kini provinsi termuda di Indonesia ini belum memiliki Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sendiri.
Akibatnya, para buruh dan pekerja terpaksa bolak-balik ke Samarinda, Kalimantan Timur, hanya untuk mencari keadilan. Kondisi ini tidak hanya menyulitkan secara fisik, tetapi juga menyedot biaya dan waktu yang tidak sedikit.
“Jangan kira kami enak. Naik motor bawa dokumen dari Tanjung Selor ke Samarinda itu berat. Sudah menang pun kadang tidak dieksekusi. Kami lawan, sampai ke Mahkamah Agung!” suara lantang dari DPW Forum Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN), belum lama ini.
FKSPN menambahkan, selama ini Pengadilan Tinggi (PT) yang sudah berdiri di Kaltara hanya mampu menangani persoalan administratif, namun tidak bisa mengeksekusi keputusan hukum karena pengadilan khusus seperti PHI belum ada di Kaltara.
Menanggapi keluhan masyarakat, Gubernur Kaltara Zainal A. Paliwang menyebut pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong terbentuknya PHI di wilayahnya. Bahkan, ia mengaku sudah berkirim surat dan menemui langsung Mahkamah Agung.
“Kami tidak tinggal diam. Sudah ada pembahasan dengan Mahkamah Agung,” ujar Zainal.
Dan kedepan upaya lebih lanjut akan dilakukan pihaknya bagaimana PHI dan TIPIKOR segera terbentuk.
Lalu, Kepala Pengadilan Tinggi Kaltara, Dr. Marsudin Naingolan, mengonfirmasi bahwa saat ini sebagian besar syarat administratif salah satinya untuk menaikkan kelas PN Tanjung Selor sudah terpenuhi. Hanya tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) dari Kementerian PAN-RB.
“Proses sudah kita jalani. Semoga tahun ini SK bisa terbit. Kalau status naik, maka pembentukan PHI bisa segera dipercepat. Ini misi saya,” tegas Marsudin.
Ia juga menyebutkan bahwa desakan masyarakat menjadi alasan mendesak yang akan dibawa dalam forum-forum lanjutan bersama pemerintah pusat.
Para buruh berharap, persoalan PHI ini tidak berakhir hanya dalam janji dan pertemuan seremonial yang baru-baru dihadiri pihaknya. namun mereka meminta pemerintah benar-benar serius memperjuangkan kehadiran PHI di Kaltara demi keadilan bagi tenaga kerja lokal.
Ketiadaan PHI di Kaltara bukan sekadar masalah administratif. Ini adalah persoalan keadilan. Sementara hak-hak buruh dipertaruhkan, mereka harus berjibaku menempuh jarak ratusan kilometer demi mencari pengadilan. Saatnya pemerintah dan instansi terkait bergerak cepat, bukan hanya merespons tapi menyelesaikan.(Lia)