TANJUNG REDEB – Keterbatasan bukanlah menjadi penghalang. Kalimat ini ternyata bukan sekadar kalimat penggembira, khususnya bagi MAN Berau. Sekolah ini membuktikan dengan segala Sumber yang terbatas, mereka justru bisa menyabet gelar sebagai juara pertama dalam event Fashion Carnival gelaran Dispusip Berau.

Minggu (27/7/2025) sore menjadi hal yang tak biasa. Di sepanjang Tepian Jalan Pulau Derawan atau biasa dikenal Tepian Teratai ini, menjadi ajang catwalk bagi para peserta lomba fashion carnival. Kehadiran mereka bahkan menjadi magnet bagi pengunjung yang hendak menghabiskan waktu sore harinya di salah satu pusat kuliner dalam Kota Tanjung Redeb itu.

Eliana, Ketua Tim pembuatan kostum carnival ini menuturkan jika dirinya bersama delapan orang dan satu model kostum yang tergabung dalam tim, mereka membuat kostum bertema khas Berau ini dengan pengerjaan selama dua hari full.

“Jadi sebenarnya konsepnya sudah ada sejak kami mendapatkan surat dari Dispusip Berau, ditambah dukungan dari kepala perpustakaan MAN Berau dan komite, sehingga akhirnya kami mantap mengikuti perlombaan. Untuk budget yang dikeluarkan juga dari sekolah karena Dispusip tidak memberikan anggaran,” terangnya.

Anggaran yang dikeluarkan untuk pembuatan satu kostum sekitar Rp2 juga rupiah, dan itu sesuai dengan batas dana maksimal yang boleh dikeluarkan oleh peserta saat membuat kostum.

“Kalau untuk anggaran sebenarnya lebih dari itu. Karena kami menggunakan kain batik Berau, aksesoris pelengkap lain seperti hiasan permata dan matras itu yang harganya lumayan mahal. Tapi itu semua terbayarkan, kerja lembut para tim sesuai dengan hasil yang dicapai, yakni kami menjadi juara,” ungkapnya bahagia.

Meskipun menjadi juara, langkah MAN Berau tak akan berhenti sampai disitu saja. Mereka berharap, Pemkab Berau bisa mengadakan event seperti ini secara berkala, bukan hanya di event-event tertentu.

“Bukan hanya sekadar event, tapi juga mendatangkan pelatih yang bisa memberikan mater pelatihan khusus pembuatan kostum. Tapi harapannya bukan hanya kostum saja, melainkan juga ada pelatihan tari ke sekolah-sekolah yang mau berpartisipasi di event selanjutnya,” pungkas Eliana. (mel)

Narasi Kostum Festival Literasi – Tema: “Berau dalam Warna Literasi”
MAN Berau

Kostum ini dirancang untuk merepresentasikan kekayaan budaya dan alam Kabupaten Berau dalam semangat literasi masa kini. Warna dominan biru mencerminkan luasnya samudra pengetahuan dan keindahan laut Berau. Dipadukan dengan warna hitam dan silver, kostum ini menggambarkan harmoni antara tradisi dan kemajuan zaman.

Sayap dan ekor yang lebar dihias dengan ornamen menyerupai bulu merak—sebagai simbol keindahan, ketelitian, dan nilai estetika dalam proses belajar. Di bagian sayap terdapat ukiran motif Dayak, khususnya burung enggang, yang melambangkan kehormatan dan kebijaksanaan dalam budaya lokal.

Ornamen lainnya terinspirasi dari babada, warisan budaya Berau, serta simbol-simbol adat masyarakat Dayak. Elemen penyu muncul sebagai simbol utama, karena penyu merupakan fauna khas Berau yang juga mencerminkan ketekunan, kesabaran, dan kesinambungan. Penyu juga tampak berada di atas sebuah buku terbuka—melambangkan pentingnya menjaga alam melalui literasi dan pengetahuan.

Salah satu bagian kostum dihiasi dengan sisik penyu yang dibuat dari koran bekas, sebagai bentuk nyata dari literasi berbasis daur ulang dan kesadaran lingkungan. Bagian kepala dilengkapi hiasan bermotif batik Rutun berwarna kuning, yang merupakan kekayaan tekstil khas Berau dan menjadi simbol semangat, cahaya, dan identitas lokal.

Kostum ini juga dilengkapi dengan QR barcode, yang dapat dipindai oleh siapa saja. Di dalamnya terdapat narasi lengkap kostum ini, sebagai bagian dari literasi digital yang memungkinkan setiap orang untuk tidak hanya melihat, tetapi juga memahami dan belajar dari setiap elemen yang ditampilkan.

Melalui kostum ini, saya ingin menyampaikan bahwa literasi kontekstual bukan hanya tentang membaca buku, tetapi juga memahami budaya, mencintai lingkungan, dan menjadikan ruang publik sebagai tempat belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Aku adalah Berau yang membaca—dan lewat kostum ini, aku ingin berkata:
Belajar tak selalu di kelas,
membaca tak selalu di buku,
karena semesta kita adalah teks besar yang harus dimaknai.
Mari, jadikan ruang publik ini panggung belajar,
dan mari menari bersama pengetahuan.”