TANJUNG SELOR– Sebuah video berdurasi sekitar sembilan menit beredar dan viral baru-baru ini di media sosial, dimana dalam video tersebut menampilkan dua orang perempuan menghadang sebuah excavator yang hendak beroperasi di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), tepatnya di Pindada, Desa Mangkupadi, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kaltara.

Dalam video tersebut, kedua perempuan tersebut menyuarakan penolakan terhadap aktivitas alat berat yang diduga memasuki lahan tanpa izin atau kesepakatan dengan pemilik tanah.

Salah satu perempuan dalam video menyatakan bahwa pihak perusahaan belum menyelesaikan kesepakatan terkait penggunaan lahan.

 

“Ini pemaksaan ini, perusahaan memaksa masuk padahal belum ada kesepakatan,” teriak salah satu perempuan dalam video.

 

Mereka juga menegaskan bahwa akan terus mempertahankan hak atas tanah yang mereka klaim sebagai milik pribadi. Salah satu perempuan juga menyatakan bahwa perusahaan harus menyelesaikan pembayaran hak terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan di lokasi tersebut.

 

Sementara itu, dalam video yang sama, tampak seorang pria dari pihak perusahaan mencoba menjelaskan bahwa alat berat tersebut tidak berada di atas lahan milik warga yang bersangkutan.

 

“Ibu benar, kita sudah buat kesepakatan. Tapi lahan ini bukan milik ibu, ini tidak masuk ke area lahan ibu,” ujarnya dengan nada tenang.

 

Aksi tersebut sempat menjadi perhatian warga sekitar karena terjadi di jalan umum, dan sejumlah pihak mencoba menenangkan situasi agar tidak terjadi konflik fisik.

 

Salah satu perempuan dalam video yang diketahui bernama Petti, saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa tindakan mereka merupakan bentuk kekecewaan karena aktivitas perusahaan yang dinilai tidak menghargai proses musyawarah dan kesepakatan yang sebelumnya telah dibicarakan.

Menurutnya, pihak perusahaan telah meminta izin untuk membuka panel dan mencabut tiang listrik di atas tanah yang diklaim milik warga bernama Ibu Ida. Warga tidak keberatan selama ada surat izin resmi dan pernyataan tertulis dari pihak perusahaan.

“Kami sudah menyampaikan agar perusahaan mengeluarkan surat pernyataan izin. Dua poin penting yang kami minta, yakni pencabutan tiang listrik dilakukan atas izin pemilik lahan, dan tidak ada aktivitas lain sebelum ada kesepakatan resmi,” jelas Petti, kemarin Sabtu (13/9).

Namun, sebelum surat tersebut diterbitkan, pihak perusahaan diduga tetap melakukan aktivitas di lokasi, sehingga warga merasa perlu mengambil tindakan langsung.

 

Sementara itu Refi salah satu perwakilan KIPI, yang menemui warga menyebutkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan permasalahan tersebut dengan masyarakat yang menghadang alat berat dengan secara damai.

“Ya sudah aman, sudah diselesaikan permasalahan yang ada didalam video itu,” bebernya.

Kemudian pihaknya mengakui bahwa yang terjadi sebenarnya, hanya kesalahpahaman dimana sebenarnya aktivitas alat berat tersebut akan dilakukan di lahan kawasan.

 

“Alat berat itu mau garap lahan kawasan, bukan milik warga,” terang Ira saat dikonfirmasi melalui pesan pribadi.

 

Dan perwakilan perusahaan yang berada di lokasi juga telah menemui warga dan menyatakan bahwa aktivitas excavator tidak dilakukan di atas lahan warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah.

 

Meskipun perdebatan sempat memanas ketika warga meminta perwakilan manajemen perusahaan turun langsung ke lapangan. Salah satu pimpinan PT. KIPI yang disebutkan bernama Jamal dan Refi akhirnya muncul di lokasi, membawa dokumen yang menyatakan bahwa lahan tersebut telah dibebaskan.

 

Namun pihak warga tetap meminta klarifikasi dan bukti yang lebih rinci, serta melibatkan mereka dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait lahan yang mereka klaim sebagai milik pribadi.

Aksi di lapangan sempat memicu ketegangan, namun hingga kini belum terjadi insiden fisik. Kedua belah pihak diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan melalui jalur musyawarah dan hukum, agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

Pemerintah daerah dan aparat terkait diharapkan turun tangan memfasilitasi mediasi antara warga dan pihak perusahaan guna mencari solusi yang adil bagi semua pihak. (Lia)