Menurut David, kolaborasi dengan perusahaan sawit dinilai jauh lebih efektif dibandingkan hanya menyasar kampung per kampung. “Satu perusahaan biasanya menaungi beberapa kampung. Misalnya di wilayah Merabu, satu perusahaan bisa mencakup empat kampung sekaligus. Jadi dengan datang ke perusahaan, kami bisa melayani lebih banyak warga dalam satu waktu,” ujarnya.
Selain cakupan yang lebih luas, alasan teknis juga menjadi pertimbangan. Perusahaan-perusahaan besar umumnya memiliki akses internet yang memadai, sementara pelayanan jemput bola Disdukcapil sangat bergantung pada jaringan data.
Kerja sama ini juga akan membantu efisiensi waktu dan biaya operasional petugas. “Kalau kami ke daerah terpencil, biasanya harus bermalam. Dengan dukungan perusahaan yang punya guest house atau tempat inap, petugas bisa difasilitasi agar pelayanan bisa dilanjutkan keesokan harinya tanpa harus bolak-balik,” tambahnya.
David menjelaskan, Disdukcapil juga menggandeng Dukcapil Provinsi Kalimantan Timur, karena beberapa wilayah sasaran berada di perbatasan antar kabupaten. “Daerah seperti Biatan, Talisayan, hingga Batu Putih banyak berbatasan langsung dengan Kutai Timur. Jadi kami melibatkan provinsi agar ada pengaturan dan dukungan lintas kabupaten,” katanya.
Ia berharap model kerja sama ini dapat menjadi pilot project yang nantinya diadopsi di seluruh kabupaten/kota se-Kalimantan Timur. “Provinsi juga melihat potensi besar dari konsep ini, karena di daerah lain seperti Kutim, Kukar, dan Paser juga banyak perusahaan sawit. Harapannya nanti bisa diterapkan secara provinsi untuk memperkuat layanan kependudukan di daerah-daerah perkebunan,” ungkap David.
Melalui inovasi ini, Disdukcapil Berau menargetkan peningkatan cakupan layanan bagi masyarakat di wilayah yang selama ini sulit dijangkau. “Kunci kami sederhana, bagaimana layanan kependudukan bisa hadir langsung di tempat masyarakat bekerja dan tinggal, tanpa mereka harus jauh-jauh datang ke kecamatan atau ke Tanjung Redeb,” pungkasnya. (Dvn)