Samarinda – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menetapkan dua tersangka dalam perkara korupsi reklamasi tambang batu bara yang melibatkan CV Arjuna di Samarinda. Penetapan status hukum ini langsung dibarengi dengan penahanan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, mengungkapkan bahwa tim penyidik telah menaikkan status dua orang menjadi tersangka dan resmi menahannya.
“IEE, Direktur Utama CV Arjuna, ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 15 Mei 2025. Sementara AMR, mantan Kepala Dinas ESDM Kaltim periode 2010–2018, menyusul ditetapkan pada Senin, 19 Mei 2025,” ujar Toni kepada wartawan, Senin (19/5).
Menurut Toni, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari hasil penyidikan, CV Arjuna diketahui merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) batu bara seluas 1.452 hektare di Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, Kota Samarinda, yang berlaku hingga 6 September 2021. Sebagai pemegang IUP, CV Arjuna berkewajiban melaksanakan reklamasi lahan pasca-tambang dengan terlebih dahulu menyusun rencana reklamasi serta menempatkan dana jaminan reklamasi dalam bentuk deposito dan bank garansi.
“CV Arjuna sempat menempatkan jaminan reklamasi untuk tahun 2010–2016, namun pada tahun 2016, Dinas ESDM Provinsi Kaltim menyerahkan kembali jaminan reklamasi dalam bentuk deposito kepada CV Arjuna tanpa pertimbangan teknis, laporan pelaksanaan, maupun persetujuan pencairan dari pihak berwenang seperti Menteri, Gubernur, atau Wali Kota,” terang Toni dalam pers rilisnya.
Setelah menerima jaminan tersebut, CV Arjuna mencairkan dana bukan untuk kegiatan reklamasi. Bahkan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan reklamasi, tidak menempatkan kembali jaminan reklamasi, serta tidak memperpanjang jaminan dalam bentuk bank garansi.
Akibat pencairan yang tidak sah itu, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 13.128.289.484, serta kerugian atas jaminan reklamasi yang tidak diperpanjang sebesar Rp 2.498.500.000. Selain itu, kerugian lingkungan akibat reklamasi yang tidak dilakukan mencapai Rp 58.546.560.750.
“Proses penyidikan masih terus berjalan untuk mengungkap peran pihak-pihak lainnya serta mempertanggungjawabkan kerugian negara yang ditimbulkan,” tutup Toni Yuswanto. (*)