TANJUNG SELOR – Menjelang berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada tahun 2026, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara (Kejati Kaltara) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara serta Kejaksaan Negeri dan pemerintah kabupaten/kota se-Kaltara mulai menyosialisasikan penerapan sanksi pidana kerja sosial.
Langkah tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pada Kamis (28/12/2025). Kerja sama ini menjadi bagian dari persiapan penerapan KUHP baru, khususnya terkait alternatif pemidanaan selain pidana penjara.
Pidana kerja sosial merupakan salah satu bentuk sanksi pidana baru dalam KUHP Nasional. Penerapan sanksi ini bertujuan untuk mengurangi penjatuhan pidana penjara, menekan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (overcrowding), serta memberikan kesempatan kepada terpidana untuk tetap berinteraksi dan berkontribusi positif di tengah masyarakat.
Selain itu, konsep ini juga sejalan dengan semangat keadilan restoratif dan rehabilitatif yang lebih menekankan pemulihan sosial.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara, Yudi Indra Gunawan, menegaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan konsep pemidanaan baru yang tidak bisa diterapkan secara sembarangan.
“Pidana kerja sosial adalah bentuk pemidanaan baru yang membutuhkan pengaturan dan pengawasan yang matang. Perlu dipahami bahwa pidana, dalam bentuk apa pun, tetap merupakan pembatasan hak kemerdekaan seseorang dan hanya dapat dilakukan berdasarkan undang-undang,” tegas Yudi.
Ia menjelaskan, keberhasilan penerapan pidana kerja sosial sangat bergantung pada kesiapan regulasi, mekanisme pengawasan, serta sinergi antarinstansi. Oleh karena itu, kerja sama lintas sektor menjadi kunci utama agar sanksi ini benar-benar memberi manfaat, baik bagi pelaku tindak pidana maupun masyarakat.
Yudi juga menyebutkan bahwa kerja sama tersebut tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, tetapi turut menggandeng PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Keterlibatan Jamkrindo diharapkan dapat mendukung pelaksanaan pidana kerja sosial yang produktif, terarah, dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat.
Melalui kesepakatan ini, seluruh pihak di Kalimantan Utara diharapkan memiliki pemahaman dan komitmen yang sama dalam menerapkan pidana kerja sosial secara tepat, terukur, dan berorientasi pada pemulihan sosial, seiring dengan transformasi sistem hukum pidana nasional.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Paliwang, menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya Kejati dan Kejaksaan Negeri se-Kaltara, atas terbangunnya sinergi dalam menghadirkan pendekatan penegakan hukum yang lebih humanis.
Menurut Gubernur, penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan langkah strategis dalam mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, terutama terkait penerapan pidana kerja sosial sebagai alternatif pemidanaan.
“Pendekatan ini sejalan dengan semangat keadilan restoratif, yang menempatkan pemulihan sosial, tanggung jawab pelaku, serta kemanfaatan nyata bagi masyarakat sebagai tujuan utama penegakan hukum,” ujar Zainal.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara memandang pidana kerja sosial tidak hanya sebagai bentuk sanksi, tetapi juga sebagai sarana edukasi sosial, pembinaan karakter, serta penguatan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat.
Oleh karena itu, keterlibatan aktif pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, menjadi faktor penting dalam keberhasilan implementasi program ini.
Gubernur juga menekankan pentingnya koordinasi yang efektif antara Kejaksaan dan pemerintah daerah agar pelaksanaan pidana kerja sosial berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, serta memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Kalimantan Utara.
Ia meminta seluruh perangkat daerah terkait untuk menindaklanjuti nota kesepahaman ini secara sungguh-sungguh, responsif, dan bertanggung jawab, dengan tetap mengedepankan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel.
“Sinergi lintas sektor ini diharapkan dapat menjadi contoh kolaborasi dalam mendukung reformasi sistem hukum yang lebih berkeadilan dan berorientasi pada kepentingan masyarakat,” pungkasnya. (Lia)

