Samarinda – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, menegaskan bahwa Pemprov Kaltim harus segera bertransformasi menjadi daerah yang mandiri secara fiskal dan tidak terus bergantung pada dana transfer pemerintah pusat.
Pernyataan itu disampaikan Rudy usai memimpin rapat koordinasi tertutup bersama pimpinan DPRD Kaltim dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Gedung DPRD Kaltim, baru-baru ini.
Rapat tersebut membahas hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap APBD Perubahan 2025 sekaligus arah kebijakan penyusunan APBD 2026.
Pasalnya, dorongan menuju kemandirian fiskal menjadi kebutuhan mendesak, terlebih setelah adanya pemangkasan anggaran secara signifikan oleh pemerintah pusat.
“Kaltim harus bertransformasi dari daerah penerima menjadi daerah penghasil yang mandiri secara keuangan,” tegasnya.
Menurut Rudy, potensi ekonomi Kaltim sangat besar untuk menopang pembiayaan pembangunan tanpa terlalu bergantung pada pusat.
Karena itu, Pemprov akan mempercepat penyusunan dan penetapan sejumlah peraturan daerah (perda) guna memperluas basis penerimaan pajak dan retribusi daerah.
“Kita akan segera membuat beberapa perda tentang pemungutan retribusi dan pajak daerah. Selain itu, prosedur dan tata kelola juga harus dioptimalkan supaya pendapatan daerah meningkat,” ujarnya.
Gubernur yang akrab disapa Harum itu juga menekankan pentingnya peran dunia usaha dalam memperkuat keuangan daerah.
Kepatuhan pajak serta pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dinilai menjadi pilar utama dalam memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami sudah bertemu dengan para pelaku bisnis di Jakarta. Dalam rapat bersama Forkopimda, KPK, dan sejumlah perusahaan di sektor konstruksi, perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, kami tekankan bahwa sektor swasta tidak boleh pasif terhadap kewajiban fiskal,” ungkapnya.
Kata dia, salah satu cara meningkatkan PAD adalah dengan kesadaran para pelaku usaha untuk menunaikan pajaknya kepada daerah.
Diakhir pernyataannya, Rudy menegaskan bahwa arah kebijakan fiskal ke depan akan lebih selektif dan berbasis hasil. Setiap program pembangunan, harus disusun berdasarkan kemampuan keuangan daerah, dan memberikan dampak ekonomi yang nyata.
“Setiap rupiah yang dibelanjakan harus menghasilkan manfaat ekonomi yang terukur bagi masyarakat,” tutupnya.
(*)


