TANJUNG SELOR – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang semula digadang sebagai solusi untuk gizi buruk dan stunting, kini kembali menjadi sorotan. Bukannya membawa dampak positif, program ini justru memicu kekhawatiran setelah dua siswa SMAN 1 Tanjung Selor, Kalimantan Utara, mengalami gejala keracunan usai menyantap makanan dari program tersebut.
Keduanya harus dilarikan ke rumah sakit dengan keluhan mual, muntah, hingga sesak napas. Kejadian ini menambah panjang daftar kasus dugaan keracunan MBG yang sebelumnya juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Menurut Kepala SMAN 1, Didik Sukanto, peristiwa bermula saat para siswa mulai makan sekitar pukul 11.30 WITA. Tak sampai satu jam kemudian, sejumlah siswa mengeluh sakit. Dua di antaranya dirujuk ke rumah sakit karena kondisinya mengkhawatirkan.
“Salah satu siswa bilang nasinya keras dan berlendir, seperti basi,” ungkap Didik belum lama ini.
Namun pihak sekolah belum bisa memastikan apakah makanan MBG benar-benar menjadi penyebabnya. “Kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari rumah sakit dan BPOM,” sambungnya.
Sementara itu, sejumlah sekolah dasar di wilayah yang sama menyatakan belum menemukan kasus serupa. Para guru mengaku rutin memeriksa kondisi makanan sebelum dibagikan dan memastikan makanan dikonsumsi maksimal 20 menit setelah dibuka.
Meski demikian, beberapa laporan menyebutkan adanya masalah pada lauk dan buah yang ditemukan kurang. Namun, makanan yang dianggap tak layak atau kurang langsung diganti oleh pihak penyedia makanan.
Menanggapi kasus ini, Dinas Kesehatan Bulungan melakukan investigasi. Sampel makanan dan muntahan siswa telah dikirim ke BPOM Tarakan untuk diuji. Namun hingga kini, hasilnya belum dirilis ke publik.
“Kami ingin tahu penyebab pastinya. Sampel sudah dikirim,” jelas Kepala Dinkes Bulungan, Imam Sujono.
Kasus ini juga mendapat perhatian serius dari DPRD Kalimantan Utara. Pada Selasa (23/9), anggota DPRD langsung meninjau lokasi sekolah hingga dapur penyedia MBG di Jalan Mangga.
“Benar, ada siswa yang dibawa ke RS usai makan MBG. Tapi kita tunggu hasil lab untuk tahu penyebab pastinya,” ujar anggota DPRD, Moh Nafis.
Usai kejadian tersebut, distribusi MBG di SMAN 1 Tanjung Selor dihentikan sementara. DPRD meminta pihak penyedia makanan agar lebih patuh terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), terutama soal waktu distribusi.
“Kami lihat fasilitas dapur sudah bagus dan steril. Masalah justru terjadi pada distribusi. Pada Hari kejadian itu makanan dikirim pukul 09.00 WITA, tapi baru dimakan pukul 11.30,” kata Nafis.
Ia menambahkan, sekolah seharusnya berkoordinasi agar jadwal pengiriman disesuaikan dengan waktu istirahat siswa.
Program MBG hadir dengan niat mulia yakni memberi akses gizi seimbang kepada semua anak Indonesia. Namun niat baik ini bisa berujung bahaya jika pelaksanaannya asal-asalan.
Setiap kotak makan yang dibagikan harus diawasi secara ketat bukan hanya soal nutrisi, tapi juga soal kebersihan, kelayakan, dan keamanan. Apalagi yang dikonsumsi adalah anak-anak, kelompok yang paling rentan terhadap masalah kesehatan.
Program MBG harus tetap berjalan, tapi dengan evaluasi menyeluruh dan pengawasan yang jauh lebih serius. Kepercayaan publik tidak boleh dikhianati oleh kelalaian teknis. (Lia)