TANJUNG SELOR –Dalam upaya mengurangi emisi karbon saat ini mulai menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Langkah itu dinilai sangat penting guna menghadapi tantangan perubahan iklim global yang berdampak besar terhadap kehidupan manusia, mulai dari peningkatan suhu bumi, naiknya permukaan air laut, hingga menurunnya kualitas kesehatan dan lingkungan.

Emisi karbon sendiri berasal dari berbagai aktivitas manusia, seperti penggunaan kendaraan bermotor, pembakaran sampah, dan pembukaan lahan yang tidak ramah lingkungan. Untuk menekan dampaknya, langkah-langkah kecil dari masyarakat dinilai sangat berarti, terutama dengan memanfaatkan pekarangan rumah dan beralih ke kendaraan ramah lingkungan.

Salah satu contoh nyata datang dari Sugianti, seorang pedagang jamu di Jalan Kedondong, Tanjung Selor. Yang sejak tahun 2004 hingga kini, ia tetap setia menggunakan sepeda untuk berjualan jamu keliling, di tengah maraknya pedagang lain yang beralih ke sepeda motor.

“Saya lebih nyaman pakai sepeda, selain sehat juga tidak menimbulkan polusi,” ujarnya dengan senyum ramah.

Sugianti menuturkan, bersepeda bukan hanya ramah lingkungan, tapi juga memudahkan dirinya saat melayani pelanggan.

“Kalau pakai motor kadang pembeli susah memanggil, suaranya kalah sama suara mesin. Kalau pakai sepeda, saya bisa langsung berhenti dan melayani,” tambahnya.

Pilihan sederhana yang dilakukan Sugianti ini menjadi contoh bahwa langkah kecil dari individu dapat memberikan dampak besar bagi lingkungan sekitar.

Dengan tidak menggunakan kendaraan bermotor, ia turut membantu mengurangi emisi karbon di udara dan menjaga kualitas udara tetap bersih di kawasan tempat tinggalnya.

Selain mengurangi polusi, upaya menjaga bumi juga bisa dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Hal itu dibuktikan oleh Saparuddin, warga Gang Merpati di Tanjung Selor, yang memanfaatkan lahan di sekitar rumahnya untuk menanam sayuran dan lada menggunakan sistem hidroponik.

“Kami sudah menanam dengan cara ini selama lima tahun. Awalnya hanya coba-coba, tapi sekarang sudah jadi sumber penghasilan,” kata Saparuddin.

Menurutnya, teknik hidroponik tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga efisien dan menghasilkan panen yang bernilai ekonomi tinggi.

Dari hasil kebun hidroponiknya, Saparuddin bisa memperoleh omzet hingga Rp20 juta per bulan. Sayurannya dijual ke pasar tradisional dan juga melalui pesanan langsung dari warga sekitar.

Selain menambah pendapatan keluarga, Saparuddin merasa bangga karena usahanya turut membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

“Lahan sempit pun bisa dimanfaatkan. Kalau ada hama atau gagal panen, kita evaluasi dan perbaiki lagi. Yang penting mau mencoba,” ujarnya.

Ia berharap, semakin banyak masyarakat yang meniru langkah serupa, karena selain membantu menjaga lingkungan, juga bisa meningkatkan ketahanan pangan lokal.

Dari sisi pemerintah, Kabid Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Lingkungan hidup (PPKLH) Dinas Lingkungan Hidup Bulungan, Kahardiansyah, menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan melalui berbagai program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Warga bisa mulai dari hal kecil seperti memilah sampah dari rumah, menanam pohon di pekarangan, dan membuat biopori dan penampungan air hujan,” ujarnya.

Kahardiansyah menambahkan, Dinas Lingkungan Hidup juga telah mengembangkan Program Kampung Iklim (Proklim), yang merupakan program nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup yang jelan dengan visi misi kabupaten bulungan untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup kab bulungan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim melalui kegiatan adaptasi dan mitigasi di tingkat lokal.

Sejak tahun 2024, sudah ada enam desa di Kabupaten Bulungan yang resmi terdaftar dalam Program Kampung Iklim, yaitu:

1. Kelurahan Tanjung Palas Hulu

2. Tanjung Palas Hilir

3. Tanjung Selor Timur

4. Desa Bunyu Barat

5. Bunyu Timur

6. Pejalin

Pemerintah daerah menargetkan 10 desa bisa ikut dalam program ini pada tahun 2025. Setiap desa akan difokuskan pada kegiatan penghijauan, pengelolaan sampah, serta pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti biopori dan penampungan air hujan untuk daerah yang kesulitan air bersih.

“Insyaallah pada 2026, kami akan mengembangkan teknologi biopori di fasilitas umum serta mendorong desa-desa agar bisa ‘panen hujan’ dengan memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas Kahardiansyah.

Selain Proklim, upaya ini juga sejalan dengan program Transfer Anggaran Berbasis Ekologi (TAKE) Bulungan Hijau, yang memberikan insentif kepada desa-desa yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan.

Dengan cara ini, desa tidak hanya memperoleh penghargaan, tetapi juga dukungan anggaran untuk melanjutkan kegiatan ramah lingkungan secara berkelanjutan.

Kahardiansyah berharap seluruh masyarakat Bulungan dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan, mulai dari tindakan kecil di rumah hingga kegiatan bersama di tingkat desa.

“Semoga dengan langkah kecil ini, Bulungan bisa menjadi daerah yang lebih hijau, sehat, dan tangguh menghadapi dampak perubahan iklim,” tutupnya.

Langkah-langkah sederhana seperti yang dilakukan Sugianti dan Saparuddin membuktikan bahwa kepedulian terhadap lingkungan tidak selalu membutuhkan biaya besar.

Dari sepeda hingga pekarangan rumah, semua bisa menjadi bagian dari solusi global untuk mengurangi emisi karbon dan menjaga bumi tetap lestari bagi generasi mendatang. (Lia)