TANJUNG REDEB – Salah satu anggota Komite 2 DPD RI, Yulianus Henock Sumual melakukan kunjungan ke HO PT.Berau Coal sebagai tugas dan tupoksinya. Kunjungan ini berhubungan dengan pertambangan, dan perkebunan.

“Karena Kementrian itu adalah mitra saya di DPD RI, termasuk infrastruktur PU. Dan Berau adalah kabupaten ke-4 setelah saya dari Kubar, Kukar, dan Kutim. Dimana saya ingin melihat dari dekat bagaimana perkembangan pertambangan yang ada di Kalimantan Timur,” katanya.

Ini karena kedepan, arah pertambangan-pertambangan yang ada adalah hilirisasi, jadi negara kita tidak lagi mengekspor barang mentah, tapi barang jadi. Dimana proses hilirisasi terjadi, menambah pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja, lebih banyak lagi dan jauh multiefek daripada hilirisasi.

“Itu salah satu yang sudah kita rancang dalam undang-undang pertambangan. Dan kunjungan saya , melihat dari dekat ke PT.Berau Coal yang kurang lebih 40 tahun sudah beroperasi, apakah mendapatkan manfaat bagi masyarakat Berau atau tidak,” tegasnya.

Tujuan kedua, mendengarkan langsung program kerja mereka dari PT.Berau Coal. Dan melihat pelaksanaan CSR mereka, apakah sudah menyentuh masyarakat. Sudah membawa keuntungan bagi masyarakat, atau sebaliknya kerugian. Dan dampak-dampak sosial karena ada yang namanya tanggung jawab sosial corporate kepada masyarakat.

“Saya masih perlu banyak data dari mereka yang harus dipresentasi. Karena tadi presentasi sangat minim, keterbatasan waktu dan ketidaksiapan dari pihak Berau Coal. Nanti saya akan minta data pelaksanaan CSR ganti rugi ke masyarakat,” bebernya.

Selain itu, juga ada demo mau dibuat bendungan yang kedepan bisa membuat bencana masyarakat. Karena apabila itu sudah ditinggalkan, dikhawatirkan masyarakat itu nanti bisa jebol dan membanjiri, bahkan memusnahkan masyarakat yang ada di sekitarnya.

“Oleh sebab itu kita mau melihat juga bendungan itu ada Amdalnya, ada atau tidak. Amdalnya masih hidup atau tidak. Karena banyak juga perusahaan yang Amdalnya sudah mati, tapi tetap dibebaskan menggunakan Amdal yang lama,” tegasnya.

Jika mereka tidak melakukan pekerjaan dengan baik, harus dikurangi RKBnya. Kecuali mereka terlalu nakal ya, mungkin bisa dicabut izinnya.
Minimal konsekuensi nya RKBnya di kurangi kedepan, kalau itu memang tidak memenuhi standar dari pemerintah.

Selain itu, ada beberapa komplain mengenai pertambangan batubara, karena hilirisasi batubara ini cukup mahal. Saat ini hanya briket, untuk hilirisasi lainnya membutuhkan biaya mahal dan prodak dari turunan batubara ini tidak terlalu banyak.

“Apakah ini hanya alasan mereka atau hanya ingin enaknya saja untuk mengekspor apa adanya, tanpa ada hilirisasi. Ini nanti kita akan pelajari, tim ahli saya akan mempelajari kendalanya. Kita akan koordinasi ke Kementrian ESDM,” tutupnya. (*)