Samarinda — Rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) untuk membangun Pendopo Seniman Jawa mendapat sorotan dari kalangan akademisi.

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Mulawarman (Unmul), Mohammad Taufik, menilai rencana tersebut belum tepat dari sisi prioritas pembangunan kebudayaan daerah.

Ia menilai, Pemprov seharusnya memusatkan perhatian pada pelestarian warisan budaya lokal, terutama yang memiliki nilai sejarah tinggi seperti situs Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

“Kaltim punya kekayaan budaya luar biasa, salah satunya jejak peradaban awal di Muara Kaman. Itu seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan berbasis budaya,” ujar Taufik saat dihubungi Timeskaltim melalui pesan WhatsApp, Sabtu (11/10/2025).

Kritik atas Prioritas dan Arah Pembangunan Budaya

Menurutnya, meski pembangunan fasilitas budaya seperti pendopo memiliki nilai positif. Namun kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan konteks sosial, kesejarahan, serta keadilan kultural di daerah.

“Pendopo seniman tentu bisa menjadi ruang ekspresi yang baik. Tapi jika orientasinya hanya pada satu etnis, itu berpotensi menimbulkan kesan eksklusif. Pembangunan kebudayaan seharusnya inklusif dan merepresentasikan identitas Kaltim secara utuh,” tegasnya.

Taufik mengingatkan, pembangunan kebudayaan jangan sampai berorientasi pada simbol semata, tetapi harus menghidupkan nilai sejarah dan memperkuat jati diri daerah.

Dorongan Revitalisasi Situs Muara Kaman

Ia mendorong Pemprov Kaltim untuk mengalokasikan anggaran revitalisasi situs bersejarah, seperti kawasan peninggalan Kerajaan Kutai di Muara Kaman.

Langkah itu, kata Taufik, bisa dilakukan melalui penelitian arkeologis, dokumentasi ilmiah, hingga promosi wisata berbasis budaya.

“Revitalisasi situs sejarah akan memberi dampak lebih luas, tidak hanya bagi pelestarian budaya, tetapi juga bagi pendidikan dan ekonomi daerah melalui wisata sejarah,” ujarnya.

Momentum pelestarian warisan budaya ini, lanjut Taufik, juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah Belanda yang tengah memulangkan sekitar 30 ribu artefak bersejarah ke Indonesia, termasuk Prasasti Yupa, peninggalan penting dari Kerajaan Kutai yang ditemukan di Bukit Berubus, Muara Kaman.

Muara Kaman, Akar Peradaban Tertulis Nusantara

Taufik menjelaskan, Prasasti Yupa merupakan bukti tertua keberadaan sistem tulis menulis di Nusantara yang menandai peralihan dari masa prasejarah menuju zaman sejarah.

“Situs Muara Kaman bukan sekadar warisan lokal Kutai, tapi tonggak peradaban Indonesia. Dari sanalah awal sejarah bangsa ini dimulai,” katanya.

Prasasti Yupa, yang kini diakui dalam program Memory of the World UNESCO, menjadi pengingat bahwa Indonesia telah mengenal budaya literasi sejak abad ke-4 Masehi.

“Status itu menegaskan bahwa bangsa Indonesia sudah berperadaban tinggi jauh sebelum masa kolonial. Karena itu, revitalisasi Muara Kaman penting sebagai simbol kebangkitan budaya nasional,” ujarnya.

Harapan Keterlibatan Akademisi dan Budayawan Lokal

Menutup pernyataannya, Taufik yang juga Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pemerintahan Kutai di Fisip Unmul itu berharap, agar Pemprov Kaltim melibatkan akademisi, sejarawan, antropolog, dan budayawan lokal dalam penyusunan arah kebijakan kebudayaan kedepan.

“Kebijakan budaya harus berpijak pada nilai-nilai kedaerahan yang otentik, bukan hanya pada keinginan simbolik. Kalau kita bicara peradaban, Muara Kaman adalah titik awal yang layak menjadi pusat perhatian,” tandasnya.(has)