Samarinda – Fraski Kalimantan Timur (Kaltim) mengancam akan menutup jalur transportasi Sungai Mahakam jika aspirasi masyarakat Kaltim terus diabaikan.
Pernyataan itu disampaikan sebagai rasa kekecewaan terhadap kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat disampaikan dalam aksi damai yang gelar di dapan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gaja Mada, Kota Samarinda, pada Senin (10/11/2025).
Ketua Dewan Presidium Fraksi Kaltim, Vendy Meru, mengungkapkan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk protes keras, terhadap ketidakadilan pemerintah pusat, dalam pembagian hasil kekayaan sumber daya alam.
“Kami sudah sabar. Kalau suara rakyat terus tidak direspons, maka jangan salahkan kami jika menutup jalur Mahakam. Batu bara tidak boleh keluar, apapun risikonya,” ungkapnya.
Ketua Laskar Pemuda Adat Dayak Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (LPADKT-KU) itu menilai, Kaltim selama ini memiliki peran vital dalam menopang ekonomi nasional, namun perlakuan pusat jauh dari kata adil.
Karena nilai DBH yang diterima daerah disebut tidak sebanding dengan kontribusi Kaltim sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar nasional.
“Tahun 2024 saja, sektor tambang dan energi menyumbang Rp858 triliun ke negara. Tapi lihat kondisi kami: bandara tak terurus, jalan tol berlubang, fasilitas publik jauh dari layak,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, gerakan yang pihaknya lakukan tidak sama sekali bermuatan politik, dan menyebutkan bahwa akai tersebut murni suara masyarakat Kaltim, dari berbagai suku dan organisasi kemasyarakatan yang menuntut keadilan atas kebijakan pusat.
“Kami tidak mewakili partai, agama, atau kelompok tertentu. Ini suara rakyat Kaltim yang merasa diperlakukan tidak adil. Kami hanya menuntut keadilan,” kata Vendy.
Ia menambahkan, keterbatasan DBH membuat pemerintah daerah sulit menjalankan program pembangunan secara optimal. Bahkan, menurutnya, Gubernur Kaltim pun bekerja dalam keterbatasan akibat pemangkasan dana dari pusat.
“Kami tidak ingin konfrontatif. Tapi kalau harus bertindak, kami siap. Jangan anggap rakyat Kaltim sudah sejahtera, kenyataannya tidak,” pungkasnya. (*)


