Samarinda – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (DAPIL) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Syafruddin, merespons keras keluhan Bupati Kutai Timur (Kutim), Ardiansyah Sulaiman, terkait buruknya pengelolaan pasca tambang oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Dihubungi melalui panggilan Telpon WhatsApp, Syafruddin bahkan menilai bahwa komitmen serta tanggung jawab pengelolaan pascatambang PT KPC sejauh ini masih sangat rendah.
Rencana Akan Panggil PT KPC
Syafruddin menegaskan bahwa keluhan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim adalah fakta yang tidak terbantahkan. Ia juga turut memberi apresiasi, dan mendukung langkah Bupati Ardiansyah Sulaiman dalam mendesak tanggung jawab KPC.
“Itu kan real, nyata, bahwa ada keluhan dari lapangan, dari bawah bahwa pengelolaan pertambangan pascatambang itu memang seringkali diabaikan oleh PT KPC,” ujar Syafruddin dengan nada tegas, pada Selasa (11/11/2025).
Syafruddin juga memastikan bahwa persoalan ini akan menjadi evaluasi dan perhatian serius pihaknya di DPR RI.
“Maka ini akan menjadi evaluasi dan perhatian Komisi XII DPR RI. Dalam waktu terdekat, Komisi XII akan memanggil PT KPC untuk meminta pertanggungjawaban terhadap rendahnya komitmen KPC terhadap pengelolaan pasca tambang,” tegasnya.
Sebut Ada Ancaman Bencana dan Pelanggaran Konstitusi
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengingatkan, agar PT KPC tidak hanya meninggalkan masalah yang berdampak luas bagi masyarakat setelah selesai beroperasi. Pasalnya, dampak kelalaian pascatambang itu akan memicu bencana alam.
“Jangan sampai pasca mereka beroperasi hanya menyisakan masalah-masalah yang akan berdampak luas untuk masyarakat. Terjadinya banjir, terjadinya tanah longsor, dan lain-lainlah. Artinya, memang KPC ini memang rendah tanggung jawabnya,” kritiknya.
Lebih jauh, Syafruddin juga menyoroti sikap PT KPC yang terkesan menguasai lahan secara berlebihan. Padahal kata dia perusahan Batu Bara terbesar di Kaltim itu hanya memiliki izin usaha, bukan hak kepemilikan atas tanah atau lahan.
“Selain itu, seolah-olah mereka ini adalah pemilik tanah dan lahan, sehingga mereka juga terlalu berkuasa, padahal mereka itu hanya izin. Hanya mendapatkan Izin Usaha Pertambangan, bukan izin kepemilikan lahan. Tanah itu tanahnya rakyat, tanahnya negara,” jelasnya.
Syafruddin lantas mengutip Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan segala isinya dikuasai oleh negara dan dikelola sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.”
“Jadi PT KPC ini telah melanggar perintah undang-undang, kalau misalnya keberadaan mereka tidak memberi manfaat positif bagi masyarakat, tidak bisa menyelamatkan masyarakat,” timpalnya.
Minta Kementerian ESDM Evaluasi Izin
Sebagai langkah tindak lanjut, Syafruddin juga secara terbuka meminta agar pemerintah pusat mempertimbangkan sanksi tegas.
“Bila perlu kami minta kepada Kementerian ESDM agar mengevaluasi izinnya KPC ini,” tutup Syafruddin.(*)


