Samarinda – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) dibuat cemas lantaran dana desa tahap dua berpotensi tidak dapat dicairkan. Pasalnya jika macet, geliat pembangunan di desa-desa dipastikan tersendat.
Kepada awak media, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Puguh Harjanto, menegaskan bahwa ancaman keterlambatan ini merupakan dampak dari perubahan kebijakan nasional yang dinilai terlalu mudah berganti.
Selain itu, Puguh juga menyoroti bahwa setiap awal tahun pemerintah desa sudah menyusun anggaran dan program kerja. Namun, pemerintah pusat justru kerap mengubah regulasi penyaluran di tengah jalan dengan syarat-syarat baru yang semakin ketat.
“Kami berharap kebijakan pemerintah terkait desa benar-benar berpihak kepada desa. Bukan justru menambah beban dengan aturan yang memperlambat,” tegasnya.
Salah satu beleid yang disorot adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025. Aturan ini, kata dis, memasukkan sejumlah persyaratan tambahan, seperti kewajiban laporan realisasi dan kelengkapan dokumen koperasi desa, sebelum dana desa bisa dicairkan.
Pengetatan tersebut memang dimaksudkan untuk merapikan administrasi pelaporan. Akan tetapi publikasi aturan yang terbit jelang waktu pencairan, membuat desa-desa kelabakan memenuhi syarat mendadak.
“Sangat disayangkan jika dana desa tidak bisa terserap hanya karena terhambat regulasi,” tegasnya.
Oleh karena itu, DPMPD Kaltim kini mendorong desa agar tidak terus bergantung pada dana desa dari pusat. Ada tujuh sumber pendanaan lain yang dinilai bisa digarap untuk memperkuat kemandirian desa melalui peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes).
Diakhir Puguh menekankan pentingnya mengoptimalkan badan usaha desa, koperasi desa, hingga kemitraan strategis dengan perusahaan sekitar. Dengan begitu, desa tidak melulu bergantung pada transfer pusat.
“Itu harus mulai dibangun. Desa perlu kreatif memetakan potensi, menguatkan lembaga ekonomi, dan memperluas kemitraan. Kemandirian tidak boleh lagi ditunda,” tutupnya.(*)

