Samarinda — Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda menanggapi serius sorotan publik terkait polemik ketersediaan tempat tidur.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) RSUD AWS, dr Indah Puspita Sari, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memastikan jika seluruh pengelolaan ruang rawat inap, dilakukan sesuai prosedur dan standar medis yang berlaku.
Indah juga menegaskan, penempatan pasien di setiap ruang rawat inap tidak bisa dilakukan sembarangan. Karena telah diatur berdasarkan klasifikasi penyakit dan kebutuhan medis.
“RSUD AWS memiliki 548 tempat tidur yang masing-masing sudah memiliki peruntukan khusus. Ruang Mawar untuk ibu melahirkan, Lily untuk anak-anak, dan Tulip untuk pasien HIV serta Tuberkulosis (TB). Tidak bisa diisi dengan pasien penyakit lain,” ungkapnya kapada awak media, Senin (20/10/2025).
Menurut dia, kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya pencegahan penularan penyakit, serta memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien maupun tenaga medis.
“Kalau ruang Tulip kosong tapi tidak ada pasien HIV atau TB, tentu tidak bisa diisi pasien tifoid. Begitu juga ruang Mawar, khusus untuk ibu melahirkan, tidak mungkin digunakan untuk pasien laki-laki,” tegasnya.
Indah juga menyampaikan bahwa informasi mengenai ketersediaan tempat tidur sebenarnya terbuka untuk publik, dan dapat dipantau secara langsung melalui layar monitor di ruang IGD dan rawat jalan.
“Data di layar monitor menampilkan kondisi tempat tidur secara real-time. Jadi masyarakat bisa melihat sendiri, tidak ada yang ditutupi,” timpalnya.
Lebih lanjut, Ia juga mengakui bahwa tingkat keterisian tempat tidur memang meningkat tajam dalam dua bulan terakhir, khususnya pada kelas 1 dan kelas 2.
“Dalam sehari bisa terjadi perputaran cepat. Misalnya, 83 pasien keluar, tapi 86 pasien baru masuk. Jadi ruang sering kali langsung terisi kembali,” tuturnya.
Ia mnuturkan, sebagai langkah perbaikan, RSUD AWS tengah mempersiapkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan membatasi maksimal empat tempat tidur per kamar, agar pelayanan semakin nyaman dan sesuai standar nasional.
Selain itu ia juga memastikan bahwa koordinasi antara RSUD AWS dan BPJS Kesehatan berjalan baik. Jika kamar kelas atas penuh, rumah sakit akan menawarkan penempatan sementara di kelas yang lebih rendah.
“Kami selalu berkomunikasi dengan pasien. Jika kamar penuh, kami tawarkan pindah sementara ke kelas III. Tidak ada pemaksaan. Kalau menolak, mereka menunggu di IGD sampai kamar tersedia,” jelasnya.
Menutup pernyataanya, ia menegaskan bahwa pihak rumah sakit berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan memperkuat sistem informasi, agar kedepan tidak muncul lagi kesalahpahaman mengenai ketersediaan kamar.
“Kami akan memperbarui sistem dan meningkatkan akurasi data di layar monitor. Tujuannya agar publik mendapatkan informasi yang jelas dan pelayanan semakin terbuka,” pungkasnya.
(X)


